Sebagaimana yang sudah dibahas pada postingan sebelumnya, bahwa proses reforming pada pengolahan naphtha dibantu dengan menggunakan katalis. Katalis dalam ilmu kimia dikenal dengan suatu bahan yang terlibat dalam suatu reaksi kimia namun bahan tersebut tidak bereaksi. Fungsi Katalis itu sendiri berfungsi sebagai akselerator atau mempercepat reaksi kimia. Selain itu Fungsi katalis yang tak kalah pentingnya adalah selektifitas dimana dengan menggunakan katalis produk samping yang mungkin saja timbul pada suatu reaksi kimia dapat dieliminir. Komponen utama pada proses reforming adalah Platina (Pt).
Katalis untuk proses reforming mempunyai fungsi ganda (dual function) dimana reaksi yang terjadi dipengaruhi oleh sifat asam (Cl-) dan logam Pt dari katalis. Dalam katalis terdapat sebanyak 0.3 – 0.8 %-wt Pt (tergantung tipenya) dan mengandung Cl- sekitar 1 %wt – 1.3 %wt pada alumina base (tergantung tipenya) dan mempunyai luas permukaan(surface area) antara 150 – 200 m2/gram.
Alumina sendiri berfungsi asam, dimana fungsi asam ini makin diperkuat dengan adanya chloride (Cl-). Dalam hal ini fungsi Pt adalah memberikan aktivitas dalam reaksi dehidrogenasi (electron donor) sedangkan asam bersama alumina akan memberikan aktivitas reaksi isomerisasi (elektron akseptor).
Reaksi dehidrosiklisasi dan hidrokraking dipengaruhi oleh fungsi metal dan asam. Selama reaksi berlangsung diperlukan injeksi chloride (PDC) secara kontinyu untuk menjaga keasaman katalis yang tetap karena tanpa adanya injeksi maka chloride yang terdapat dalam katalis akan terlarut oleh air (moisture) yang terdapat/terikut dalam feed stock.
Karena ukuran logam Pt pada katalis sangat halus (±10Å) maka bisanya logam Pt ini dapat mengalami agglomerisasi bila temperatur reaktor terlalu tinggi (>500oC) atau pada waktu regenerasi berlangsung, sehingga menyebabkan aktifitas katalis akan berkurang.
Dengan demikian pengaturan keseimbangan aktifitas logam dan asam harus dijaga agar unjuk kerja dari katalis bisa optimal.