Tuesday, November 25, 2008

Sekilas Tentang Sifat-sifat dasar Minyak Bumi

Minyak bumi atau Crude Oil merupakan senyawa hydrocarbon. Rantai karbon yang menyusun minyak bumi memiliki jenis yang beragam dan tentunya dengan sifat dan karakteristik masing-masing. Sifat dan karakteristik dasar minyak bumi inilah yang menentukan perlakuan selanjutnya bagi minyak bumi itu sendiri pada pengolahannya. Hal ini juga akan mempengaruhi produk yang dihasilkan dari pengolahan minyak tersebut.

Berdasarkan gugus senyawa karbon, senyawa yang terdapat dalam minyak bumi terdiri dari Parafin, Naphthene, Aromat, Olefin. Komposisi masing-masing senyawa tersebut tidak sama pada setiap minyak bumi. Berdasarkan sifat senyawaan itulah minyak bumi dapat dibagi menjadi:

  • Parafinik, yaitu rantai hydrocarbon yang memiliki ikatan jenuh.
  • Naphthenik, yaitu rantai hydrocarbon yang memiliki ikatan siklik dan jenuh
  • Aromatik, yaitu rantai hydrocarbon yang memiliki ikatan siklik dan tidak jenuh
  • Campuran, yaitu campuran dari ketiga sifat dasar di atas.

Pembagian di atas, didasarkan kepada jumlah jenis senyawa hydrocarbon yang dominan yang terkandung dalam minyak bumi tersebut.

Selain penggolongan berdasarkan senyawa hydrocarbon, minyak bumi juga dibagi berdasarkan berat jenis-nya. Ada yang berat, medium dan ringan. Penggolongan minyak bumi lainnya adalah berdasarkan impurities yang terkandung dalam minyak bumi (terutama sulfur). Minyak yang dikatakan sweet apabila minyak tersebut mengandung kadar sulfur yang kecil antara 0.001 – 0.3 % wt. Kadar sulfur dalam minyak bumi bisa mencapai > 3% wt.

Proses perancangan pengolahan minyak selalu didasarkan dan memperhatikan sifat minyak bumi yang akan diolah. Oleh karena itu setiap kilang minyak atau refinery hanya bisa mengolah minyak bumi yang memiliki sifat yang sama dengan dasar perancagan kilang tersebut. Minyak bumi yang tergolong berat tidak bisa diolah di kilang minyak yang dirancang untuk mengolah minyak yang tergolong ringan, begitu juga sebaliknya.

Sunday, November 23, 2008

Catalytic Reforming, Sejarahnya

Catalytic Reforming adalah proses dimana komponen minyak ringan atau naphtha yang diperoleh dari proses distilasi dilewatkan pada katalis yang mengandung platina pada temperature tinggi dengan tekanan antara 50 – 500 psig dengan tujuan untuk meningkatkan angka octane dari minyak umpan.

Catalityc Reforming muncul karena kebutuhan akan minyak dengan angka oktan. Kebutuhan minyak dengan jenis itu telah dikenal sejak awal abad ke 20, namun pada saat itu proses yang digunakan untuk memperoleh minyak dengan nilai oktan yang tinggi adalah dengan proses thermal. Sedangkan proses dengan menggunakan katalis baru diperkenalkan pada awal tahun 1940, dimana menghasilkan jumlah minyak dengan oktan tinggi lebih banyak dengan oktan yang lebih tinggi dibandingkan dengan proses thermal.

Pada awal perkembangannya, katalis yang digunakan untuk meningkatkan angka oktan berbasis molybdenum oxide. Pada tahun 1949, terjadi perubahan yang sangat revolusioner dalam industri pengolahan minyak dengan diperkenalkannya platinum sebagai katalis. UOP (United Oil Processing) merupakan perusahan pertama yang memperkenalkan teknologi tersebut. Dengan diperkenalkannya platina sebagai basis katalis, selanjutnya molybdenum oxide akhirnya ditinggalkan.

UOP (United Oil Processing) memperkenalkan Platforming yang menggunakan teknologi semiregenerative atau fix bed katalis, dimana pada periode tertentu, kilang platforming harus berhenti beroperasi untuk melakukan regenerasi katalis guna meningkatkan kembali aktifitas katalis. Proses regenerasi katalis ini dilakukan dengan membakar coke yang terbentuk dan menyelimuti katalis.

Saat ini platforming sudah menggunakan teknologi Continuous Catalyst Regeneration (CCR), dimana katalis diregenerasi terus menerus sepanjang kilang beroperasi. Dengan demikian kilang tidak perlu berhenti beroperasi selama proses regenerasi berlangsung.
Walaupun kilang dengan teknologi CCR sudah banyak dibangun, namun kilang dengan teknologi semiregenerative atau fix bed katalis tetap dipertahankan operasi nya sampai saat ini.

Sunday, November 16, 2008

HASIL PRODUKSI DISTILASI MINYAK BUMI

Jika pada postingan sebelumnya kita sudah mengenal pengolahan dasar dalam rangkaian pemurnian minyak bumi, sekarang kita coba melihat hasil apa saja yang diperoleh dari Distilasi Fraksinasi.

Pengolahan crude oil di Crude Distilling Unit (CDU) sangat tergantung dari jumlah tray dan jumlah stream dari kolom distilasi itu sendiri. Umumnya Kolom distilasi pada Crude Distilling Unit dirancang untuk menghasilkan produk jadi dan intermedia (setengah jadi) seperti berikut ini:


Gas hasil distilasi dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar di heater untuk memanaskan umpan sebelum dimasukkan ke kolom distilasi, dan sisanya dibuang ke udara setelah dibakar di flare. Fungsinya adalah untuk mengontrol tekanan operasi di kolom distilasi.

Naphtha selanjutnya dialirkan ke unit pengolahan lanjutan seperti naphtha rerun, naphtha hydrotreater yang kemudian diolah lebih lanjut di unit catalytic reforming untuk menghasilkan komponen premium dengan angka Oktan tinggi.

Kerosene langsung dapat dipasarkan. Kerosene dikenal juga dengan minyak tanah. Proses lanjutan dari produk ini sangat tergantung dari jenis crude oil yang diolah di CDU. Jika produk kerosene hasil distilasi masih banyak mengandung sulfur, maka produk ini harus diolah lebih lanjut untuk menghilangkan kadar sulfurnya.

LGO merupakan komponen Automotive Diesel Oil (ADO) atau dimasyarakat dikenal dengan ”Solar”. Produk ini bisa juga dijual sendiri jika ada yang membutuhkan.

HGO juga komponen Automotive Diesel Oil (ADO). Umumnya produk LGO dan HGO langsung di-blending menjadi ADO atau solar.

Long Residue (LSWR), selanjutnya dialirkan ke High Vacuum Unit untuk diolah lebih lanjut dengan metode distilasi vakum. Long residue masih mengandung komponen solar, namun fraksi tersebut tidak bisa dipisahkan dengan distilasi atmosferik, karena akan membutuhkan temperatur yang lebih tinggi. Kelemahannya jika temperatur dinaikkan maka minyak bumi tersebut akan mengalami perengkahan yang sangat sulit dikendalikan. Oleh karena itu komponen solar yang masih terdapat di produk bawah kolom distilasi atmosferik dioleh lebih lanjut dengan cara distilasi vakum.

Sunday, November 9, 2008

CRUDE DISTILLING UNIT

Crude Distilling Unit adalah proses utama dalam rangkaian pengolahan minyak bumi. Semua pengolahan minyak bumi umumnya diawali dengan proses ini. Unit ini disebut juga Topping Unit berfungsi untuk memisahkan minyak mentah menjadi fraksi-fraksinya berdasarkan perbedaan titik didih, dengan proses distilasi atmosferik pada temperatur 330 oC.

Sebagai mana di ketahui, minyak bumi mengandung bermacam-macam senyawa hydrocarbon mulai dari yang berantai pendek (C1) sampai dengan rantai yang panjang. Dimana setiap senyawa karbon tersebut mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. Namun dalam pemisahan atau distilasi minyak mentah, produk yang didapat berupa fraksi-fraksi dimana setiap fraksi mempunyai range titik didih tertentu.

PRINSIP DASAR DISTILASI
Sebagai mana di ketahui, minyak bumi mengandung bermacam-macam senyawa hydrocarbon mulai dari yang berantai pendek (C1) sampai dengan rantai yang panjang. Dimana setiap senyawa karbon tersebut mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. Namun dalam pemisahan atau distilasi minyak mentah, produk yang didapat berupa fraksi-fraksi dimana setiap fraksi mempunyai range titik didih tertentu.

Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap lebih dulu.

Crude Distilling Unit beroperasi pada tekanan atmosferik yaitu sekitar 1.3 atm. Pada distilasi atmosmerik temperatur umpan yang dipanaskan tidak melebihi 350 oC, karena di atas temperatur tersebut minyak akan mengalami perengkahan (cracking). Hal ini sangat dihindari karena jika terjadi perengkahan akan membentuk coke yang akan menyumbat peralatan di CDU dan produk yang dihasilkanpun tidak seperti yang diharapkan.

Pemisahan komponen-komponen dari suatu campuran cairan melalui distillasi tergantung pada perbedaan titik didih dan konsentrasi masing-masing komponen dan campuran cairan tersebut akan mempunyai karakteristik titik didih yang berbeda. Sehingga proses distilasi sangat bergantung pada karakteristik tekanan uap campuran cairan.